ETIKA DAN MORALITAS




Kemarin saya terhenyak ketika membaca berita di Kompas online, ada OTT (Operasi Tangkap Tangan) lagi yang dilakukan oleh KPK di Bengkulu terhadap beberapa hakim dan pegawai pengadilan yang menerima uang suap untuk sebuah perkara. Bagaimana tidak ? baru saja saya memposting tulisan tentang profesi dibidang hukum, dan bagaimana mulianya profesi-profesi hukum karena menegakkan hukum dimasyarakat, eh ada oknum-oknum profesi hukum yang bukan saja profesinya yang disebut profesi yang mulia, namun dalam menjalankan profesinya tersebut, yang bersangkutan dipanggil "Yang Mulia".

Oknum-oknum model beginilah yang mencoreng citra profesi hukum dan memberikan stigma negatif akan orang-orang yang menjalankan profesi dibidang hukum.

Pertama-tama harus kita pahami adalah etika tidak sama dengan moralitas.
Etika berasal dari kata Yunani ethos yang dalam bentuk jamaknya (ta etha) yang artinya "adat istiadat" atau kebiasaan.

Menurut Ensiklopedia Pendidikan (Sutrisno, Hukum Bisnis) "Etika adalah filsafat tentang nilai-nilai, kesusilaan tentang yang baik dan buruk. Kecuali etika mempelajari nilai-nilai, ia juga merupakan pengetahuan tentang batin, tiap orang mempunyai ethosnya yaitu sikap batin yang sesuai dengan norma-norma etik"

pada tataran pola perilaku/kebiasaan, etika dan moral mempunyai pengertian yang sama. Moral berasal dari kata latin Mos, yang bentuk jamaknya (mores) yang berarti "adat istiadat" atau kebiasaan.
Pengertian kedua dari etika adalah dimengerti sebagai filsafat moral, atau ilmu yang membahas dan mengkaji nilai dan norma yang diberikan oleh moralitas dan etika dalam pengeriannya diatas.


Etika dalam pengertiannya sebagai filsafat moral adalah refleksi kritis dan rasional mengenai:
  1. Nilai dan norma yang menyangkut bagaimana manusia harus hidup baik sebagai manusia.
  2. Masalah – masalah kehidupan manusia dengan mendasarkan diri pada nilai dan norma – norma moral yang umum diterima.
Profesi dan Etika
Sebuah profesi bisa menjadi sebuah profesi yang luhur, bilamana dijalankan secara etis. Akan tetapi tidak jarang banyak pihak mengambil jalan pintas dalam mencari suatu keuntungan semata (berorientasi pada keuntungan) dan seperti tidak mau kalah, banyak pelaku profesi hukum juga ikut – ikutan.

Profesi dan Bisnis
Dalam menjalankan profesi dibidang hukum, banyak yang mendeskripsikan sebagai suatu bentuk bisnis jasa, sehingga menjalankan sebuah kantor hukum perlulah dikelola dengan manajemen bisnis.

Oleh karena semua pelaku bisnis ingin menang dalam persaingan, maka pemikiran tentang moral dan etika dalam menjalankan sebuah kantor hukum dibuang jauh-jauh karena bila memikirkan moral, sebuah kantor hukum bisa bangkrut karena kalah bersaing dengan lawan yang menjalankan kantor hukumnya tanpa moral. 

Pandangan diatas mengasosiasikan pemberian jasa hukum oleh sebuah kantor hukum adalah sebuah produk bisnis dan pada ujungnya berusaha memisahkan antara bisnis dengan etika.

Sebuah kantor hukum dikelola dan dijalankan oleh seseorang, yang walaupun memiliki status profesi yang melekat namun tetaplah merupakan bagian dan anggota masyarakat sengan hak dan kewajiban, serta tanggung jawab moral bukan saja terhadap masyarakat namun juga terhadap profesinya. 

Legalitas dan Moralitas
Legalitas dan Moralitas berkaitan satu sama lain tapi tidak identik. Hukum memang mengandalkan Legalitas dan Moralitas, tetapi tidak semua hukum dengan Legalitas yang baik ada unsur Moralitasnya.

Contoh : Praktek Monopoli
Monopoli adalah praktek yang secara legal diterima dan dibenarkan dalam UU pada beberapa bidang dan tempat tertentu, secara moral praktek ini harus ditentang dan dikutuk, dan memang ditentang dan dikutuk oleh masyarakat sebagai praktek yang tidak adil, tidak fair, dan tidak etis. Orang bisnis juga menentang praktek tersebut. Ini menunjukkan bahwa orang bisnis pun sadar dan menuntut perlunya praktek bisnis yang etis, terlepas dari apakah praktek itu didasarkan pada aturan hukum bisnis atau tidak.


Komentar

Postingan Populer