11 ASAS HUKUM PEMBUKTIAN DALAM PERKARA PERDATA INDONESIA




Khusus di dalam hukum pembuktian perdata kita, dikenal asas-asas tersendiri yang berbeda dengan apa yang dikenal dalam hukum pembuktian lainnya.

Hukum acara perdata sendiri memiliki karakteristik tersendiri selaku bagian dari hukum privat (privaatrecht [Belanda], private law [Inggris], droit prive [Perancis], privatrecht [Jerman]; yang mana dalam hukum acara perdata, tujuan pembuktian di dalamnya untuk menyelesaikan persengketaan antara pihak yang berperkara. 

Maka dengan pembuktian dalam proses perdata, bertujuan menyelesaikan persengketaan antara pihak yang berperkara, dengan jalan yang seadil-adilnya, dengan memberi kepastian hukum baik bagi pihak yang berperkara maupun terhadap masyarakat

Adapun ke-11 Asas tersebut adalah sebagai berikut :
  1. Asas Audi Et Alteram Partem adalah asas kesamaan proses dari para pihak yang berperkara. Berdasarkan asas ini hakin tidak boleh menjatuhkan putusan sebelum memberi kesempatan untuk mendengarkan kedua belah pihak. Hakim harus adil dalam memberikan beban pembuktian pada  para pihak yang berperkara agar kedua belah pihak memiliki peluang yang sama dalam memenangkan perkara.
  2. Asas Ius Curia Novit; bahwa hakim selalu difiksikan mengetahui akan hukumnya dari setiap kasus yang diadilinya. Hakim sama sekali tidak boleh menolak untuk memeriksaperkara hingga putus dengan alasan tidak ada dasar hukum.
  3. Asas Nemo Testis Indoneus in Propria Causa; bahwa tidak seorang pun dapat menjadi saksi atas perkaranya sendiri. Sehingga berdasarkan asas ini, baik pihak penggugat maupun pihak tergugat tidak mungkin tampil sebagai saksi  dalam persengketaan antara mereka sendiri.
  4. Asas Ne Ultra Petita; bahwa  hakim hanya dapat boleh mengabulkan sesuai apa yang dituntut. Hakim dilarang mengabulkan lebih daripada yang dituntut. Sehingga didalam pembuktian hakim tidak boleh membuktikan  lebih daripada yang dituntut oleh penggugat.
  5. Asas Nemo Plus Juris Transferre  Potest Quam Ipse Habet; asas ini menentukan bahwa tidak ada orang yang dapat mengalihkan lebih banyak hak daripada yang dimilikinya.
  6. Asas Negativa Non Sunt Probanda; bahwa sesuatu yang bersifat negatif itu tidak dapat dibuktikan. Yang dimaksud dengan sebagai sesuatu yang bersifat negatif  adalah yang menggunakan perkataan ”TIDAK” . Misal ”tidak berada di Surabaya, tidak merusak pagar, tidak berhutang kepada X dan lainnya. Namun yang negatif ini dapat dibuktikan secara tidak langsung.
  7. Asas Actori Incumbit Probatio; bahwa asas ini terkait dengan beban pembuktian. Asas ini berarti bahwa barangsiapa yang mempunyai  suatu hak atau menyangkal adanya hak orang lain, harus membuktikannya. Hal ini berarti bahwa dalam hal pembuktian yang diajukan penggugat dan tergugat sama-sama kuat, maka baik penggugat maupun tergugat ada kemungkinan akan dibebani dengan pembuktian oleh hakim.
  8.  Asas yang paling sedikit dirugikan; bahwa hakim harus membebani pembuktian bagi pihak yang paling sedikit dirugikan jika harus membuktikan. Asas ini sering dihubungkan dengan Asas Negativa Non Sunt Probanda. Jadi yang yang dianggap pihak yang paling dirugikan jika harus membuktikan adalah pihak yang harus membuktikan sesuatu yang negatif.
  9. Asas Bezitter Yang Beritikad Baik; bahwa itikad baik selamanya harus dianggap ada pada setiap orang yang menguasai suatu benda dan barang siapamenggugat akan adanya itikad buruk Bezitter itu harus membuktikannya (Pasal 533 BW)
  10. Asas Yang Tidak Biasa Harus Membuktikan; bahwa barangsiapa yang menyatakan sesuatu yang tidak biasa, harus membuktikan sesuatu yang tidak biasa itu.
  11. Asas De Gustibus Non Est Disputandum; Asas “De Gustibus Non Est Disputandum” ini sebenarnya suatu asas yang aneh. Karena diterpakan dalam hukum. Asas ini berarti bahwa mengenai selera tidak dapat di persengketakan.


Ketidak pahaman terhadap asas-asas diatas bukan saja akan mengacaukan format beracara di pengadilan, namun dapat menyebabkan keadilan didalam putusan hakim menjadi sirna.

Komentar

Postingan Populer