Tanggung Jawab Tenaga Kerja OUTSOURCING (ALIH DAYA) Dalam Kacamata Hukum

Tentu sudah banyak yang mengenal istilah Outsourcing ini, terutama para kaum buruh dan tenaga kerja, kenapa tidak? banyak sekali kasus-kasus serta demo-demo kaum buruh setiap tahunnya menuntut agar dihapuskannya sistem Outsourcing ini, karena dianggap tidak berpihak dengan kaum buruh atau tenaga kerja.

(Sumber Gambar : http://www.ncba.ca)

Hal ini tidak lepas dari begitu mudahnya sebuah perusahaan mengeluarkan/memecat seorang pegawai/karyawan yang berstatus tenaga kerja Outsourcing tanpa kompensasi apapun, walaupun si pegawai/karyawan telah puluhan tahun mengabdi pada perusahaan tersebut.

Sebelum kita lanjut ada baiknya kita pahami pengertian Outsourcing agar lebih mudah melihatnya dari perspektif yang berbeda dan tidak keliru seperti yang umumnya terjadi saat ini.

Alih daya (bahasa Inggrisoutsourcing atau contracting out) adalah pemindahan pekerjaan (operasi) dari satu perusahaan ke perusahaan lain. Hal ini biasanya dilakukan untuk memperkecil biaya produksi atau untuk memusatkan perhatian kepada hal utama dari perusahaan tersebut. (sumber:wikipedia)

Sedangkan peraturan undang-undang yang mengatur bahwa :
Bidang pekerjaan alih daya yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
Bidang pekerjan untuk alih daya, menurut UU 13 Tahun 2003 (Pasal 66, ayat 1). diantaranya adalah sebagai berikut ini:
UU Ketenagakerjaan No. 13/2003 [1]
Melihat hal diatas kita dapat memahami bahwa seorang tenaga kerja Outsourcing bukanlah pegawai/karyawan dari perusahaan yang menggunakan jasanya, melainkan pegawai/karyawan dari Perusahaan Outsourcing.

Perusahaan Outsorcing ini adalah perusahan yang bergerak dibidang jasa, yang menyediakan tenaga ahli yang dipinjam pakaikan ke perusahaan lain yang membutuhkan jasanya dan dari situlah Perusahaan Oursourcing ini mendapatkan keuntungan dari selisih pembayaran dari Perusahaan Penyewa untuk tenaga ahli yang dipinjamnya.

Kemudian pertanyaan yang sering timbul dalam setiap masalah sengketa tenaga kerja adalah begaimana status hukumnya bagi pegawai/karyawan outsourcing?
Jawabannya jelas bahwa seorang tenaga kerja Outsourcing adalah pegawai/karyawan Perusahaan Outsourcing, maka tuntutan jaminan ketenaga kerjaan haruslah ditujukan kepada Perusahaan Outsourcing bukan kepada Perusahaan Penyewa, seperti yang sering didengungkan oleh para aktivis buruh atau tenaga kerja seperti yang sudah-sudah.

Perusahaan Outsourcing yang merekrut tenaga kerja diharuskan menaati sistem ketenagakerjaan yang diatur dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 seperti lamanya masa kontrak kerja, pengangkatan sebagai karyawan tetap, pesangon dan tunjangan-tunjangan.

Didalam ilmu hukum sendiri, pihak tenaga kerja outsourcing pada dasarnya tidak memiliki hubungan hukum dengan Perusahaan Penyewa, karena pada dasarnya ia bukan pegawai/karyawan dari Perusahaan Penyewa melainkan pegawai/karyawan Perusahaan Outsourcing. Begitu pula sebaliknya, Perusahaan Penyewa hanya memiliki hubungan hukum dengan Perusahaan Outsourcing.

Jika tidak memiliki hubungan hukum maka bagaimana bisa sebuah Perusahaan Penyewa dituntut untuk memberikan hak-hak ketenagakerjaan kepada seorang pegawai/karyawan outsourcing?

Saran Penulis kepada aktivis kaum buruh yang membaca tulisan sederhana ini, agar tetap melanjutkan perjuangan menuntut hak-hak buruh/karyawan/pegawai outsourcing, namun bukan ke Perusahaan Penyewa, melainkan ke Perusahaan Outsourcing karena merekalah pihak yang paling bertanggung jawab atas hak-hak tenaga kerja outsourcing yang saat ini hilang..

Semoga tulisan ini memberikan pencerahan...











Komentar

Postingan Populer